Friday, May 2, 2014

Jiwa Terkeping



Andai saja semua percaya jika pada saat raga tak tercerap indera, jiwa tak benar-benar pergi...

Selama hidup, manusia memecah jiwa menjadi beberapa keping dan kepingan-kepingan tersebut yang akan lekat pada jiwa lain bersama siapa ia telah berbagi. Kepingan itu berwujud kenangan. Ada yang ingin menyimpan dan membingkainya untuk dapat dikenang dan dibanggakan, ada yang memang melekat tanpa kita mau. Dan rindu yang kadang menyisakan nyeri, tak lain adalah lekatan jiwa yang menyapa, mengetuk gugusan kenangan secara berkala karena menolak dilupakan. Semakin besar jiwa lain yang melekat, semakin sering ia menyapa dengan hanya menyisakan diri yang haus akan kehadiran raga si empunya kepingan jiwa. Maka kita tak kan heran jika seseorang mampu merasakan kehadiran orang terdekat saat mereka telah tiada, karena mereka tak benar-benar pergi.


Dan percayalah, sayang, jiwamu lekat terlalu banyak pada punyaku. Hingga betapa aku mencoba untuk abaikan, ia mengetuk ruang kenangan lebih riuh, merengek minta dibukakan. Yakin hanya kau yang mendamba keberadaanku di sisimu? Percayalah, aku sama hausnya denganmu akan waktu yang harusnya bisa kita bagi bersama. Aku hanya mencoba berdamai dengan jiwamu, menikmati setiap letupan rindu ketika ia buka pintu-pintu kenangan dengan sembrono. Pikiran mungkin menipu tentang rindu, tapi hati yang paling tau apalah arti jarak dan waktu, jika sekeping jiwa telah melekatimu, ia tetap tinggal sekalipun kau tak mau..

Jakarta, 30 April 2014